Peringati Zero Discrimination Day, Bendum GESID Chairunnisa Ajak Perempuan Tampil Maksimal dan Berdaya Saing

0

Jakarta – Diskriminasi terhadap perempuan sudah menjadi sebuah fenomena yang lama terjadi. Namun, seiring dengar perkembangan zaman, perempuan mulai tampil maksimal dan menunjukkan kapasitasnya agar bisa melakukan banyak hal diruang publik.

Upaya untuk melawan hegemoni laki-laki diruang publik terus digaungkan hingga saat ini. Meskipun banyak tantangan, tapi upaya tersebut memperlihatkan progres yang signifikan dalam perkembangannya. Perempuan tidak lagi dilihat sebagai second people, tapi secara gradual mulai menunjukkan progresinya sehingga terlihat setara dengan posisi kaki-kaki.

Isu diskriminasi terhadap perempuan merupakan salah satu isu yang diangkat pada diskusi nasional yang diinisiasi oleh UNAIDS Indonesia dengan Lembaga ReThinkbyAWR Strategic Partnership bersama Diesel One Solidarity Community serta ILUNI Universitas Indonesia (UI), yang diharapkan bisa menghadirkan sebuah perspektif akan pentingnya kehidupan tanpa diskriminasi terhadap mereka yang rentan.

Menanggapi hal ini, Generasi Emas Indonesia (GESID) berpandangan bahwa praktek diskriminasi semacam itu sudah tak lagi relevan dengan perubahan zaman saat ini sehingga perlu adanya upaya bersama untuk melawannya.

Bendahara Umum Badan Pengurus Nasional (BPN) GESID, Chairunnisa, mengatakan, peringatan hari tanpa diskriminasi sedunia (Zero Discrimination Day) adalah momentum yang tepat untuk menghadirkan keadilan bagi setiap orang.

“Kita berharap perayaan ini tidak hanya dilakukan secara serimonial belaka, tapi perlu dikampanyekan secara besar-besaran sehingga praktek diskriminatif terhadap mereka yang lemah, terutama perempuan tak terjadi lagi,” demikian harapan Seruni, sapaan akrab Chairunnisa, kepada sejumlah wartawan di ruang Gedung Nusantara V DPR RI, Rabu (15/3/2023).

Kedepan, lanjut Seruni, perempuan harus mampu berdaya saing dan bisa memaksimalkan kemampuan yang dimiliki agar tak lagi dipandang sebagai manusia lemah atau second people.

“Diskriminasi terjadi karena ketidakmampuan kita sebagai perempuan yang tidak mau memaksimalkan potensi yang kita miliki sehingga ruang diskriminatif itu terus terjadi,” ujar Seruni.

Menurut Seruni, kedepan, perempuan harus berani berkarya, bahkan bisa tampil sebagai pemimpin disemua sektor, termasuk sektor kepemimpinan paling bawah, yakni menjadi kepala desa.

“Sebagai aktivis perempuan yang saat ini aktif di GESID, saya melihat potensi perempuan untuk tampil menjadi pemimpin dalam sebuah pemerintahan desa sangat terbuka lebar, tinggal bagaimana kesempatan itu dikelola secara baik agar bisa dipilih oleh rakyat,” cetusnya.

“Kita tidak usa berbicara dalam skala yang besar, dalam struktur pemerintahan desa saja, kalau perempuan berani mengambil peran dan tanggungjawab sebagai kepala desa, menurut saya itu sebuah terobosan, banyak hal bisa diaktualisasikan oleh perempuan dalam membangun peradaban di sebuah desa yang ia pimpin,” sambungnya.

Sebagai penutup, Seruni berharap, lewat momentum ini, ada semacam perubahan bagi perempuan ke arah yang lebih berkemajuan sebab maju dan mundurnya sebuah peradaban itu terletak pada perempuan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here