Jakarta – Tarif ratusan juta yang dipatok pada seleksi Bintara Polda Jawa Tengah (Jateng) menuai protes yang cukup besar dari publik. Tersangka pada kasus ini pun telah diperiksa oleh Propam guna mendalami lebih jauh lagi keterlibatan dari masing-masing pihak.
Dari pemeriksaan dan sidang kode etik dan profesi yang dilakukan Propam Polda Jawa Tengah, pelaku yang beberapa di antaranya masuk dalam kepanitiaan tes menggunakan modus “tembak diatas kuda”.
“Modusnya dengan inisiatif pribadi ‘menembak di atas kuda’. Jadi memang ada yang masuk jadi Panitia, terus mencari sasaran korban yang ingin lolos seleksi. Padahal, calon korban ini sebenarnya sudah lolos murni atas usaha sendiri,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Kombes Polisi Iqbal Alqudussy, dalam pernyataannya, Jumat (10/3).
Barang bukti jumlah uang yang diamankan dari pelaku bervariasi, mulai dari Rp500 juta hingga Rp2,5 miliar, tergantung jumlah orang korban yang “dibawa” pelaku.
“Jadi bervariasi, ada Rp500 juta, Rp750 juta bahkan ada yang sampai Rp2,5 miliar,” kata Iqbal.
Dari penelusuran mediagunamcom, salah satu pelaku yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) berhasil mengumpulkan uang sebanyak Rp2,4 miliar dari tujuh orang korbannya. Bila dihitung rata-rata, per korban dimintai uang Rp342,86 juta.
Sebelumnya, Bidang Provesi dan Pengamanan (Propam) Polri menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada proses seleksi Bintara Polda Jawa Tengah 2022.
Hasilnya, tujuh orang ‘diangkut’, dengan lima di antaranya adalah personel Polda Jawa Tengah dan dua aparatur sipil negara (ASN).
Kelima anggota Polda Jateng itu antara lain Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z, dan Brigadir EW.
“Ada lima personel Polri melanggar Kode Etik Profesi Polri dan semua sudah diproses sidang. Sanksi etika, dinyatakan sebagai perbuatan tercela dan permintaan maaf kepada institusi Polri,” ucap Iqbal, Kamis (9/3).
Sayangnya, hasil sidang kode etik dan profesi terhadap para pelaku, tidak ada satupun yang sampai dipecat. Mereka hanya kena demosi dan sanksi administrasi.
Bahkan, untuk tindak pidana korupsi suap atau gratifikasinya tidak dilakukan.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mendorong agar kelima anggota Polda Jawa Tengah ini juga turut diproses pidana.
“Suap itu tindak pidana. Seharusnya diproses pidana agar ada efek jera dan fairness,” cetusnya, kepada wartawan, Jumat (10/3).