
Jakarta – Para pejabat pajak berharta tak wajar seperti Rafael Alun Trisambodo mulai diendus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah kini tengah membuka penyelidikan terhadap Rafael.
Sejumlah pakar mendorong KPK untuk mengusut tuntas keberadaan geng di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sejalan dengan penyelidikan Rafael.
Keberadaan geng itu diungkap oleh Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan. Ia mengatakan KPK menemukan sejumlah pejabat yang memiliki harta tak sesuai dengan jabatan dan pendapatannya.
Pahala menyebut pejabat-pejabat itu punya hubungan dengan Rafael. Bahkan, mereka satu angkatan dengan mantan Kepala Bagian Umum DJP Kanwil Jakarta Selatan itu.
“Itu geng tuh ada, ada banget. Ini angkatan dia [Rafael] juga, pejabat juga,” ungkap Pahala saat dikonfirmasi, Selasa (7/3).
KPK berjanji akan memanggil dan memeriksa pejabat-pejabat itu. Mereka akan memulai dari temuan harta mencurigakan di laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih mengatakan saat ini adalah momentum bagi KPK untuk menguak keberadaan pejabat-pejabat pemilik harta mencurigakan.
Dia menilai kasus Rafael bisa digunakan sebagai pintu masuk KPK. Yenti mengatakan KPK tak boleh hanya menerima LHKPN dari pejabat. Komiso Antirasuah didorong untuk mencermati setiap laporan kekayaan, terutama yang jumlahnya mencurigakan.
“Ini menjadi pintu bagi KPK, momentum juga untuk mengusut dugaan TPPU,” ujar Yenti kepada sejumlah wartawan, Selasa (7/3).
Yenti berkata KPK bisa memulai pengusutan geng pejabat lewat LHKPN dan laporan PPATK. KPK diminta mengubah pola pikir dan pola kerja dalam mengusut harta janggal pejabat.
Menurutnya, kasus harta janggal seperti punya Rafael tak bisa diusut dari kejahatan korupsi awalnya. KPK harus memulai dari dugaan TPPU yang tercermin dalam laporan PPATK.
Dari laporan PPATK, KPK bisa mengetahui harta apa saja yang tak sesuai dengan pendapatan pejabat. Setelah itu, KPK bisa mengusut sumber dana untuk memperoleh harta-harta tersebut.
“Harus progresif pemikirannya. Jangan malah mencari kejahatan asalnya dulu. Itu pikirannya para koruptornya. Koruptor berpikir kita melakukan korupsi supaya enggak ada jejaknya, untracable crime,” ujarnya.
“Kalau sudah diputus baru akan mencaru TPPU-nya. Ya ampun, ya sudah hilanglah,” ucap Yenti melanjutkan.
Dihubungi terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch Lalola Easter juga mendorong KPK mengusut geng pejabat pajak yang berkaitan dengan Rafael Alun.
Dia berkata KPK bisa bekerja sama dengan PPATK untuk mengusut dugaan TPPU. Menurut Lalola, KPK harus mengutamakan pengembalian uang negara dibanding memenjarakan pejabat.
Hal itu bisa dilakukan dengan mengusut harta janggal berdasarkan laporan PPATK. Lalola berkata Undang-Undang TPPU memberi ruang bagi penegak hukum untuk membekukan hingga merampas harta yang diduga berasal dari tindak pidana.
“Penyidik bisa memohon kepada ketua pengadilan negeri untuk menyita harta yang diduga berasal dari tindak pidana kalau ada ketidaksesuaian profil pendapatan yang sah dengan kekayaan,” kata Lalola kepada CNNIndonesia.com, Selasa (7/3).
Lalola berpendapat KPK tak boleh terjebak pda unsur pidana korupsi. Bila KPK merasa unsur korupsi tidak terpenuhi, kasus tersebut bisa dilimpahkan ke penegak hukum lain, seperti kepolisian atau kejaksaan.
“KPK pernah mengatakan mereka tidak bisa memeriksa kalau predicate crime-nya bukan korupsi. Ya sudah Kejaksaan Agung saja. Kalau tidak ada langkah konkret yang bisa diambil KPK, ya sudah penegak hukum lainnya saja,” pungkas Lalola.