Jakarta – Pengacara senior Otto Cornelis Kaligis atau OC Kaligis tengah menjadi sorotan karena ditujuk oleh Lukas Enembe untuk menjadi pengacara.
Namun, kehadiran OC Kaligis ternyata tak dipersoalkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan KPK menyambut baik bergabungnya Otto OC Kaligis sebagai tim penasihat hukum Gubernur Papua nonaktif itu.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menilai Kaligis sangat memahami hukum acara pidana, sehingga dapat memperlancar penuntasan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas.
Lembaga antirasuah itu sebelumnya sering mempermasalahkan tim penasihat hukum Lukas lantaran sering menyebarkan narasi publik yang tidak sesuai dengan fakta, termasuk soal kesehatan Lukas.
“Itu menjadi hak tersangka. Kami meyakini dengan bergabungnya yang bersangkutan sebagai kuasa hukum, proses penyelesaian perkara ini justru menjadi lancar karena yang bersangkutan tentu sangat memahami bagaimana hukum acara pidana yang berlaku,” ungkap Ali kepada wartawan di kantor KPK, Jakarta, Jumat (20/1).
Ali berharap Lukas bisa bersikap kooperatif selama mengikuti proses hukum yang berjalan. Ia pun menegaskan KPK telah mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
“Kami tegaskan dalam penyidikan perkara dengan tersangka LE [Lukas Enembe] dkk ini semua prosedur hukum pasti KPK telah patuhi,” ujarnya.
Bergabungnya Kaligis untuk memberi bantuan hukum dikonfirmasi oleh pengacara Lukas yang bernama Stefanus Roy Rening.
Roy menyatakan Kaligis akan menggelar konferensi pers pada sore ini untuk menjelaskan lebih jauh pendampingan hukum tersebut.
Diberitakan, KPK memproses hukum Lukas atas kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Lukas diduga menerima suap Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka terkait pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUTR Pemprov Papua. Lukas dan Rijatono sudah ditahan KPK.
Lukas juga diduga menerima gratifikasi Rp10 miliar. Namun, KPK belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.
Atas perbuatannya, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).